September 15, 2013

Pria di Balik Jendela Besar Berkusen Merah



Aku melihatmu disana. Dibalik jendela besar berkusen merah. Menatap ke depan mendengarkan professormu bicara, mencoba untuk berkonsentrasi. Sesekali kamu menguap, memainkan pulpen hitam di sela-sela jarimu. Kadang kamu menopang dagu sambil mengerut, lalu beberapa saat kemudian kerutan itu menghilang diganti anggukan tanda kamu memahami sesuatu. Kali ini kamu tertawa, aku bisa melihatnya dari sini. Aku ingin tahu apa yang membuatmu tertawa, apa professor mu sedang mencoba stand up comedy? Apa temanmu menjawab pertanyaan dengan guyonan? Aku ingin tahu karena aku suka tawa atau senyummu. Aku suka yang ada padamu kecuali satu itu.

Profesor itu sudah pergi sepuluh menit yang lalu. Juga sebagian besar manusia di dalam ruangan itu pergi, kamu masih tetap duduk di tempat yang sama di sana. Mengambil ipod dari dalam tasmu, kemudian larut dalam lagu yang dilantunkankan oleh earphone biru. Ah, sekali lagi kamu membuatku penasaran dengan lagu yang sedang kau dengarkan. Apakah selera music kita sama? Atau mungkin kita menyukai band yang sama? Seperti Tom Hansen dan Summer Finn yang menyukai The Smiths. Memiliki kesukaan yang sama dengan mu adalah kebahagian kecilku. Seperti kau menyukai warna biru, demikian aku menyukai biru. Hei, bukankah bahagia itu sederhana?.

Apakah kau masih lama disana? Aku harus pergi sebentar lagi. Ini aneh, aku tidak ini pergi saat kau masih disana, tapi juga tidak ingin kau menghilang dari pandanganku saat aku masih ada disini. Ya, aku masih ingin menikmati pemandangan ini. Sesekali kudapati kau memandang keluar jendela, apakah kamu bisa melihatku? Pasti tidak. Mana mungkin kau dapat melihatku saja diantara banyak orang. Yang duduk di bawah pohon dipinggir lapangan bukan hanya aku. Apakah kau menanti dia? Ah sungguh menyesal aku berpikir demikian, karena seketika itu mataku menangkap gerakan seseorang mendekatimu. Akhirnya sesuatu yang tidak kusukai darimu datang juga. Ya, gadis manis berkardigan kuning lemon itu muncul juga. Dan tahukah kau yang apa yang membuatku meringis? Senyumanmu. Sudahlah, tontonan gratis sudah selesai, sudah saatnya aku pergi. Dengan setengah malas aku meraih backpack biruku, memakai topi lalu berjalan menjauhi jendela besar berkusen merah.

picture from Pinterest

No comments:

Post a Comment